Pemerintah tampaknya punya pekerjaan tambahan dalam memindahkan IKN ke Sepaku, PPU. Salah satunya penyakit malaria.

 

BALIKPAPAN-Lokasi kawasan Istana Negara di Desa Bumi Harapan, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU) masih belum bebas dari ancaman malaria. Dari data Dinas Kesehatan (Diskes) PPU hingga September 2022, sudah ada empat kasus impor malaria di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Nusantara (IKN). Dua orang di antaranya bekerja di pembangunan infrastruktur dasar yang dikerjakan sejak pertengahan tahun ini.

Kasus malaria impor itu dialami oleh pekerja untuk pembangunan perumahan IKN di Desa Bumi Harapan, Sepaku. Dia merupakan mantan pekerja PT MMM yang wilayah kerjanya di Kelurahan Sotek, Kecamatan Penajam.

Kemudian pekerja lainnya yang mengalami kasus malaria di Desa Bumi Harapan adalah pekerja pembuatan jalan IKN. Yang merupakan pekerja pindahan dari PT KIM. Dan sebelumnya merantau dari Sumatra.

Masih adanya kasus malaria di IKN, memunculkan kabar akan adanya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Terlebih, PPU menjadi salah satu wilayah dengan endemis malaria yang tinggi di Indonesia. Upaya pengendalian malaria itu tak diatur dalam regulasi pemindahan ibu kota negara ke Kaltim tersebut.

“Belum lama ini, kami sempat mendengar bahwa akan adanya revisi UU IKN. Di mana akan ada poin-poin terkait malaria, seperti dengan pencegahannya yang akan dimasukkan. Apakah revisi itu tetap akan dilaksanakan atau ada rencana lain dukungan regulasi terkait pengendalian malaria di IKN ke depannya,” kata Helen Dewi Prameswari Head of Section of Malaria Control Program di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam rapat koordinasi di Balikpapan, pekan lalu.

Hal tersebut lantas direspons oleh Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Pungkas Bahjuri Ali. Dia menjelaskan UU IKN kemungkinan tidak akan direvisi.

Namun, dalam konteks pelaksanaan pengendalian malaria di IKN, menurut dia, hanya melalui kerangka regulasi secara teknis. Seperti upaya untuk melakukan pemetaan dan proteksi kawasan IKN dari penyebaran malaria. Termasuk kerja sama antarwilayah dalam satu rencana aksi bersama. Untuk penanganan jangka panjang di lintas sektor dan lintas wilayah. “Peraturan yang ada kemungkinan tidak perlu direvisi. Karena dari skema kewenangan, tinggal jalan. Karena sementara ini dalam proses,” ujarnya.

Saat ini juga disusun rencana peraturan pemerintah (RPP) mengenai kewenangan khusus Otorita IKN di bidang kesehatan. Dalam rancangan peraturan tersebut, kewenangan khusus Otorita IKN dalam bidang kesehatan antara lain, pengelolaan upaya kesehatan perseorangan (UKP) rujukan serta upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan rujukan secara terintegrasi.

Selain itu, standardisasi fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) publik dan swasta, dan juga penerbitan perizinan fasyankes termasuk rumah sakit (RS) kelas A, B, C, dan D serta RS penanaman modal asing (PMA).

“Kalau dari pengalaman kami ketika rencana aksi, semua dimasukkan tetapi ternyata tidak ideal. Menurut saya, kerangka pengendalian tadi harus dilakukan. Apa yang dilakukan, oleh siapa, dan pembiayaan seperti apa. Jadi langsung seperti itu,” tutupnya. (rom/k16)

RIKIP AGUSTANI

[email protected]