Mobilitas kendaraan di Kaltim, terutama Samarinda dan Balikpapan dinilai sudah cukup tinggi. Keberadaan transportasi massal yang memadai dinilai bisa jadi solusi memecah kemacetan.
MENGENAKAN seragam pramuka, Rifqi, pelajar kelas VIII SMP 16 Balikpapan setia menunggu di halte bus sarana angkutan umum massal (SAUM) atau Trans Balikpapan di Terminal Batu Ampar, Balikpapan Utara. Setelah 20 menit menunggu, bus hijau yang sebelumnya tampak parkir 5 meter dari halte pun bergerak.
Sayang kendaraan tidak merapat ke pintu halte yang setinggi paha orang dewasa. Rifqi pun memilih melompat ke pintu penumpang di tengah bus. Sementara seorang perempuan paruh baya, dengan arahan seorang kernet, naik melalui pintu depan, di sisi kiri sopir.
Jumat (4/11), bersama Kaltim Post, pukul 14.05 Wita, Trans Balikpapan yang mengangkut tiga penumpang mengaspal menuju Kariangau, Balikpapan Barat, rute rutin operasional bus. “Setiap berangkat sama pulang sekolah selalu baik bus ini. Kalau pagi sama teman-teman. Kalau siang ini ke sekolah mau ikut ekstrakurikuler pramuka. Sendirian saja,” ungkap Rifqi.
Katanya, kedua orangtuanya biasa cukup mengantarnya ke Terminal Batu Ampar. Ayahnya memang bekerja di Kawasan Industri Kariangau, tetapi lebih memilih menyeberang dengan kapal kelotok di kawasan Kampung Baru, Balikpapan Barat. Mengingat perjalanan dari rumahnya di Batu Ampar menuju Kariangau saja bisa memakan waktu paling cepat 30 menit. Itu pun jika tidak ada kemacetan atau banjir, jika hujan deras mengguyur. “Seru kalau naik bus. Apalagi kalau pagi bareng teman-teman,” ucap Rifqi.
Penumpang lainnya, Ida, warga Karang Joang juga jadi pelanggan setia bus Trans Balikpapan. Baginya, keberadaan bus memudahkannya bolak-balik rumah ke Terminal Batu Ampar. Pasalnya, sangat sedikit ada angkutan kota yang lewat. Pun ada angkutan daring, biayanya mencapai Rp 20 ribu. Sementara menggunakan bus, perempuan 60 tahun itu hanya membayar Rp 7 ribu.
“Sangat terbantu. Soalnya sangat jarang ada taksi (angkot) lewat. Nanti turun tinggal jalan kaki ke rumah, ada sekitar 100 meter dari jalan,” ucap perempuan berjilbab itu.
Perjalanan dari Terminal Batu Ampar menuju Kariangau menggunakan bus memang lebih hemat. Sayang, sejak beroperasi pada 2014, transportasi massal yang dikelola Dinas Perhubungan (Dishub) Balikpapan itu hingga kini sepi peminat. Penumpang hanya penuh pada pagi hari, khusus melayani pelajar sekolah yang berlokasi di sepanjang rute bus. Dulu, angkutan itu gratis. Namun, sejak 2017, mulai diterapkan tarif. Kini, pelajar seperti Rifqi membayar Rp 2 ribu dan umum Rp 7 ribu.
Hanya libur pada Minggu, jam operasional bus dari pukul 07.00–17.00 Wita. Pengakuan dari sang kernet, Zulkarnain, bus hanya penuh pada pagi untuk mengantar anak sekolah. Selebihnya pada pemberangkatan kedua pada pukul 09.00 Wita, lalu ketiga pada pukul 11.30 Wita, kebanyakan kursi bus yang berjumlah 21 buah lebih sering kosong. “Paling ada isi di jam 4 sore itu kebanyakan dari penumpang pelabuhan (Feri Kariangau) sama pekerja di sekitar Kariangau,” ungkap Zulkarnain.
Kaltim Post memerhatikan, kondisi bus kini sudah usang. Meski secara tenaga, kendaraan masih bisa diandalkan, namun karena kondisi jalan yang kurang baik, guncangan begitu terasa di dalam bus. Sementara pintu utama keluar masuk penumpang tidak ditutup selama perjalanan.
“Kalau ke Kariangau ini tersendatnya itu jalan rusak. Tapi ini sedang diperbaiki. Efeknya sementara ya macet panjang. Kalau pun banjir ada satu titik yang parah, seperti di bawah Lapangan Golf Karang Joang itu saja,” ucap Zulkarnain.
Sepanjang perjalanan, bus tidak berhenti di dua halte yang dilewati. Penumpang memilih turun di lokasi terdekat dengan tujuan mereka. Halte bus Trans Balikpapan pun terlihat berdebu.
Bahkan di halte bus Kariangau, pintu halte rusak dan kacanya pecah. Halte bus yang masih dirawat hanya yang berada di Terminal Batu Ampar, yang kini juga melayani penumpang bus perintis DAMRI rute Balikpapan–Ibu Kota Nusantara (IKN) yang baru dibuka pada 1 November lalu.
TRANSPORTASI YANG IDEAL
Dibukanya bus perintis DAMRI rute Balikpapan–IKN menjadi pertanda masih minimnya sarana angkutan umum massal di Kaltim khususnya di jalur darat. Selama ini banyak masyarakat menggantungkan perjalanan mereka ke daerah yang sulit diakses angkutan umum dengan menaiki taksi gelap atau rental.
Sekretaris Organisasi Angkutan Bermotor di Jalan Raya (Organda) Kaltim Muhammad Umry Hasfirdauzy menyebut, hingga kini langkah pemerintah masih menjadi rujukan pengusaha di bidang transportasi darat untuk ikut mengembangkan angkutan massal di Kaltim. Pasalnya, untuk membangun sarana transportasi umum massal baru sangat berisiko bagi swasta secara finansial.
“Kalau seperti DAMRI ‘kan ada subsidinya dari pemerintah,” ucap Umry, Kamis (3/11). Jika melihat kondisinya dianggap menguntungkan, biasanya pihak swasta akan berinvestasi di sana. Dengan fasilitas yang lebih baik.
“Sudah tepat jika DAMRI ambil rute itu (Balikpapan–IKN). Karena fungsi permintaan memang sebagai pemicu. Jangan dibalik, mengambil rute yang sudah ada. Tetapi menciptakan rute baru,” sambungnya.
Baginya, Kaltim yang kini sedang mengalami perubahan akibat dampak pembangunan IKN harus realistis. Mampu mengembangkan sarana transportasi yang lebih baik dan modern. Dalam jangka pendek, dirinya menyebut, angkutan umum massal harus memiliki kemampuan mengakomodasi lonjakan mobilitas penduduk. Sedangkan jangka panjang pengembangannya lebih pada modernisasi.
“Saat ini regulasi yang ada hanya mengakomodasi antar-kota antar-provinsi, antar-kota dalam provinsi dan antar-jemput dalam kota. Sedangkan di dalam modernisasi diperlukan produk regulasi seperti angkutan online dan menciptakan ekosistem yang seimbang antara yang modern dan yang konvensional,” jelasnya.
Sebagian sudah ada ruangnya, yakni transportasi berbasis aplikasi daring. Sayangnya ekosistem yang terbentuk tidak berpihak pada transportasi konvensional. Khususnya angkutan antar-jemput dalam kota dan antar-kota dalam provinsi. Kini angkutan kota (angkot) sudah ditinggalkan karena tidak ada perhatian dari regulator.
“Angkot misalnya, harusnya dibuka rute baru. Karena dalam perkembangannya ke sini banyak kawasan baru hingga klaster permukiman penduduk baru yang muncul, tetapi pelaku usaha tidak bisa masuk ke sana karena izin trayeknya belum ada,” sebutnya.
Kata dia, kebangkitan penumpang angkot sebenarnya cukup banyak. Sayang karena tidak ada rute baru, penumpang yang ingin menggunakan angkot memilih transportasi online yang lebih mudah menjangkau daerah mereka. Padahal tidak sedikit dari mereka cenderung lebih memilih angkutan umum seperti angkot karena faktor finansial.
“Temukan keseimbangan ini dulu. Jaga supply dan demand-nya. Pemerintah harus kerja itu. Angkot jangan sampai mati. Itu angkot-angkot buat rute baru ke kawasan permukiman yang baru. Kasihan masyarakat, mau naik angkot tidak ada, naik ojek online pun mahal,” sebutnya.
Lalu untuk angkutan yang lebih jauh lagi jangkauannya. Umry ingin angkutan seperti bus shuttle bisa mengakomodasi rute antara pusat keramaian ke pusat keramaian lainnya. Untuk memudahkan tipe masyarakat tertentu mudah berpindah tanpa harus menggunakan kendaraan pribadi.
“Misal dari bandara ke mal, bandara ke perumahan, terminal ke mal. Ini supply chain. Mengakomodasi perilaku seseorang berdasarkan kategorinya. Ada yang kaya dan miskin. Ada yang berani bayar mahal asal nyaman dan cepat. Ada yang ingin santai dan terjangkau. Itu semua harus dibuatkan aturan mainnya. Regulasi pun harus ada,” jelasnya.
Baginya, ekosistem yang seimbang antar-transportasi, baik yang konvensional atau berbasis aplikasi harus diwujudkan lebih dulu. Kemudian untuk menuju modernisasi dari sisi armada dan moda sangat mudah dicapai. Becermin dari Singapura, Umry menyebut, keseimbangan antarmoda transportasi membuat masyarakat dimudahkan dalam berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
“Nanti misal di Kaltim ada kereta api pun sangat ideal ruang yang dimiliki semua pemain transportasi. Kami pun sangat terbuka jika pemerintah mau menciptakan sistem transportasi yang ideal. Bicara soal rute baru memang tidak mudah, tapi kami siap jika dilibatkan. Kasihan, angkot misalnya, karena tidak ada rute baru, akhirnya saling sikut di jalan karena sepinya penumpang,” ungkapnya. (rom/k16)
Peliput:
M RIDHUAN