DALAM proses pengadaan tanah pada pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum terdapat beberapa tahapan. Dimulai penetapan lokasi, dokumen persiapan hingga dokumen perencanaan. Dan itu semua dilakukan oleh pihak yang akan membangun infrastruktur tersebut.

“Semua sudah tersusun dalam UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Jadi pahami dulu itu,” ungkap Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kaltim Asnaedi, Kamis (22/9).

Setelah itu, kata Asnaedi, BPN bertugas melakukan pengadaan tanah melalui satuan tugas (satgas). Ada dua satgas, yakni Satgas A dan Satgas B. Satgas A bertugas untuk pemetaan, sementara Satgas B mengumpulkan data-data kepemilikan tanah. “Hasil-hasil dari satgas itu yang kemudian diumumkan ke pihak-pihak yang terlibat. Setelah itu, divalidasi dan dilakukan pembayaran,” lanjutnya.

Jika dalam pelaksanaannya ada pihak yang keberadaan dalam proses atau objek tanah yang akan dibayarkan ternyata diklaim oleh dua pihak yang berbeda atas kepemilikan atau penguasaan lahan, maka BPN akan melakukan jalur konsinyasi. Jalur itu ditegaskan Asnaedi telah diatur dan sesuai UU yang dimaksud sebelumnya. Dan pembayaran tersebut dititip di pengadilan.

“Yang terjadi pihak-pihak itu selalu menuntut BPN untuk bayar. Padahal, BPN tidak bisa membayar jika ada dua pihak yang mengklaim kepemilikan. Dan uang itu sudah ada di pengadilan. Kalau sengketa itu ranahnya belum sampai pengadilan. Kalau sudah di pengadilan, itu namanya perkara,” tegas Asnaedi mengoreksi istilah sengketa yang digunakan media ini untuk menggambarkan situasi yang terjadi di Jalan Tol Balikpapan–Samarinda (Balsam).

Soal Jalan Tol Balsam yang hingga kini masih rutin menghadapi penutupan jalan oleh sekelompok warga yang mengklaim belum menerima pembayaran lahan terdampak tol, Asnaedi menegaskan kembali, jika Tol Balsam sudah masuk objek vital nasional. Sehingga setiap gangguan yang dilakukan pihak-pihak tertentu, tentu menjadi tugas aparat penegak hukum untuk menindaknya.

“Negara sudah memberikan ruang seluas-luasnya. Pun kalau ada yang keberatan, putusannya ada di pengadilan. Setiap penyelidikan, penyidikan, dan menetapkan siapa yang berhak menerima pembayaran. Jadi sebenarnya tidak ada sengketa. Yang ada perkara yang diputuskan pengadilan,” sebutnya.

Terkait situasi di Tol Balsam, Asnaedi menegaskan sejak awal Satgas B sudah mengumpulkan data-data awal berdasarkan yang diberikan oleh pemohon pengadaan tanah.

Data itu kemudian diinventarisasi dan verifikasi di lapangan. Di lapangan ada masyarakat yang memiliki dan ada yang menguasai tanah tersebut. Di objek yang diklaim, dia menyebut sudah terbit sertifikat atas nama warga yang bermukim di Transad Kilometer 8, Balikpapan Utara, namun dikuasai warga yang bermukim di Jalan Proklamasi, RT 37, Kelurahan Manggar, Balikpapan Timur.

“Kami cocokkan peta-peta di kami, di situ ternyata sudah terbit sertifikat atas warga Transad. Sementara dikuasai warga di sana (Manggar). Kami harus menghargai semua ini. Makanya, kami sempat wacanakan win-win solusi. Ajak damai. Tetapi mereka tidak mau. Jadi satu-satunya jalan ya pengadilan (konsinyasi),” jelasnya.

Asnaedi menjelaskan soal perkara di Stadion Batakan Balikpapan. Dalam hal ini, BPN Kaltim menilai sejak awal sudah terjadi kesalahan prosedur. Yakni, baru dilakukan pengadaan tanah setelah berlangsung pembangunan fisik.

“Itu dari mana aturannya. Dalam UU No 2/2012, pengadaan tanah dilakukan sebelum pembangunan fisik. Bukan sebaliknya. Jadi bagaimana BPN bisa memetakan siapa dan batas-batas kepemilikan tanah kalau sudah jadi stadion. Itu bukan sengketa. Ada masalah baru lapor BPN untuk pengadaan tanah, ya tidak bisa. Mekanismenya di mana itu,” bebernya. (rom/k8)