TENGGARONG - Proses penyusunan APBD Kukar 2022 terus berlanjut. Jumat, (23/9) kemarin, DPRD Kukar menggelar tiga paripurna secara estafet. Salah satunya agendanya terkait Pandangan Umum Fraksi Terhadap Penyampaian Nota Keuangan Raperda APBD Kukar Tahun Anggaran 2023.

Sementara itu, dua agenda sidang paripurna lainnya yaitu Penyampaian Nota Keuangan Raperda Tentang APBD Kukar tahun 2023. Serta agenda sidang paripurna terkait Tanggapan Pemkab Kukar Terhadap Pandangan Umum Fraksi terhadap Penyampaian Nota Keuangan Raperda Tentang APBD Kukar Tahun Anggaran 2023.

Dalam penyampaian tersebut, Fraksi Gerindra memberikan tanggapan yang rinci dengan mengkritik sejumlah tahapan penyusunan APBD oleh Pemkab Kukar.

Juru Bicara Fraksi Gerindra Maaruf Marjuni yang membacakan pandangan fraksi tersebut menyebutkan bahwa Pemkab Kukar dianggap tidak memperhatikan potensi inflasi yang terjadi pada tahun 2023 mendatang. Termasuk juga potensi resesi yang mengancam secara global. Begitu juga kata dia, keterbukaan produksi hasil pertambangan migas dan batu bara yang saat ini seolah sulit untuk diwujudkan.

"Perumusan kebijakan fiskal tahun 2023, dilakukan dalam situasi sekarang ini masih dipenuhi ketidakpastian perekonomian global diperkirakan mengalami stagflasi akibat tingginya tingkat inflasi," ucap Maruf

Dalam mencapai sasaran tersebut, pembangunan ekonomi harus mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat, dengan meningkatkan pendapatan, mengurangi kemiskinan, mengurangi kesenjangan, meningkatkan kesempatan kerja, serta mampu meningkatkan ketahanan ekonomi daerah.

Pihaknya juga mengkritisi, angka putus sekolah yang tinggi dibanding kabupaten/kota lain di Kaltim. Didalam rancangan APBD tahun 2023 Gerindra kata dia, juga tidak melihat perhitungan atau perkiraan angka silpa ditahun 2022 ini. Mengingat kata dia, sampai saat ini capaian keuangan masih cukup rendah sehingga besar kemungkinan adanya silpa ditahun 2022.

Pihaknya juga menyebut  bahwa sumber pendapatan saat ini masih bersumber kepada pertambangan batu bara dan migas.  Salah satu permasalahan terbesar yaitu sampai saat ini tidak pernah diketahui berapa jumlah produksi batu bara kita pertahun.

Terkait asumsi lifting minyak bumi yang sudah disedot mestinya harus menjadi perhatian serius semua pihak. "Kami pikir sudah terlalu lama kita di curangi dan dibohongi serta dirampok oleh kelompok elit," lanjut Maruf.

Senada, Wakil Ketua DPRD Kukar sekaligus politisi Gerindra Alif Turiadi meminta Pemkab Kukar bisa lebih rinci melakukan penganggaran untuk APBD Kukar. Penyerapan anggaran yang minim selalu menjadi momok persoalan pembangunan. Sementara persoalan teknis juga menjadi tumbal tiap tahunnya.

"Produksi hasil pertambangan migas dan batu bara ini juga harus diketahui bersama. Sejauh mana keadilan itu sudah kita dapatkan?" Ungkap Alif lagi. (qi)