PEMBENAHAN fasilitas PON XVII Kaltim di bawah pengelolaan pemprov sebenarnya tidak sulit. Anggaran disebut tersedia. Tinggal inisiasi dan inovasi yang harus dihadirkan pengelola. Setidaknya itu yang dipastikan wakil rakyat di DPRD Kaltim.

Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim Syafruddin menegaskan, anggaran perbaikan fasilitas olahraga tidak pernah dibahas serius oleh Pemprov Kaltim. Seperti Stadion Utama Palaran yang sebenarnya punya kesempatan untuk menerima guyuran perbaikan. Karena secara nilai, angkanya tidak terlalu besar dibandingkan APBD Kaltim.

“Sebenarnya terkait sarana olahraga ini sudah sering kami suarakan di DPRD Kaltim. Ke depan mau diapakan. Karena kami melihat banyak yang terbengkalai tidak jelas,” ungkap Syafruddin, Jumat (9/9).

Ketua Fraksi PKB-Hanura itu menyebut, utamanya di Stadion Utama Palaran dan Stadion Madya Kadrie Oening yang saat ini secara fisik sudah memprihatinkan. Dan pemanfaatan fasilitas tidak mampu memberikan manfaat, utamanya terhadap kontribusi pendapatan asli daerah dibandingkan nilai pembangunannya. Pun secara makro, sarana yang berpotensi menggerakkan ekonomi masyarakat tidak dikelola dengan baik.

“Sayangnya Pemprov Kaltim sejauh ini tidak memiliki upaya dan langkah untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. Justru pada akhirnya DPRD menilai pemprov hanya gemar membangun gedung-gedung baru dan membiarkan gedung-gedung yang lama dibiarkan busuk seperti itu,” lantangnya.

Padahal jika dalam prosesnya, pemerintah merasa tidak mampu untuk mengelola fasilitas olahraga tersebut, seharusnya membuka pintu pihak ketiga untuk masuk sebagai pengelola. Sehingga muncul kerja sama business to business (B to B). Selain meringankan beban pemerintah terkait anggaran pemeliharaan, juga mampu menjadi sumber pemasukan yang lebih pasti. “Ini yang harus didengarkan Pemprov Kaltim sekarang ini,” imbuhnya.

Syafruddin menampik jika persoalan anggaran yang menjadi kendala pemerintah dalam pemeliharaan dan perbaikan fasilitas olahraga. Contoh Stadion Utama Palaran, di mana dirinya menyebut anggaran perbaikan Rp 160 miliar sangat memungkinkan untuk dikucurkan. Sehingga mampu mengembalikan kemegahan stadion yang dibangun pada zaman Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tersebut. Karena secara anggaran, APBD Kaltim sangat mampu membiayainya.

“Agar diketahui, banyak dana APBD Kaltim yang saat ini tercecer atau tidak terserap. Banyak rencana pembangunan gedung gagal lelang. Nilainya ratusan miliar. Contohnya pembangunan Gedung Perawatan Pandurata di RSUD AWS (Abdoel Wahab Sjahranie) yang nilainya Rp 150 miliaran. Itu gagal lelang. Belum lagi lanjutan pembangunan Gedung Inspektorat Kaltim, itu gagal lelang juga,” bebernya.

Wakil rakyat dari daerah pemilihan Balikpapan tersebut menyebut, dengan kondisi banyaknya anggaran yang tidak terserap, membuat APBD Kaltim 2021 lalu memiliki sisa lebih pembiayaan anggaran lebih (SiLPA) hingga Rp 2,4 triliun.

Baginya angka itu sangat besar dan menjadi ironi ketika banyak fasilitas dan sarana termasuk Stadion Utama Palaran yang terbengkalai dan minim anggaran pemeliharaan. “Faktanya APBD Kaltim sangat mampu dan ini menjadi masalah jika sarana olahraga itu terabaikan,” tambahnya.

Apalagi, kata dia, di tengah perayaan puncak peringatan Hari Olahraga Nasional (Haornas) 2022 di Balikpapan pada Jumat (9/9), menjadi sebuah ironi ketika Pemprov Kaltim justru mengabaikan keberadaan fasilitas olahraga. Sekaligus melewatkan kesempatan besar untuk mengembangkan dunia olahraga dan mencetak atlet-atlet berprestasi. Yang bakal membawa kebanggaan Kaltim ke kancah nasional maupun internasional. Karena mencetak atlet unggul tidak bisa dipisahkan dengan fasilitas yang menunjang.

“Itu (anggaran perbaikan Rp 160 miliar) saja belum sampai ke kami (Komisi III). Bagaimana kami bisa memperjuangkannya. Dan bisa dipastikan kalau anggaran itu diajukan, pasti sangat memungkinkan untuk disetujui. Karena APBD Kaltim sangat melompat jauh. Dari sebelumnya Rp 11,5 triliun (APBD Murni 2022) menjadi Rp 15,1 triliun (APBD Murni 2023),” jelasnya.

Tetapi Syafruddin kembali menegaskan, percuma pelaksanaan perbaikan Stadion Utama Palaran dan Stadion Madya Kadrie Oening jika Pemprov Kaltim tidak memiliki niat untuk mengelolanya dengan baik. Apalagi dirinya melihat selama masa kepemimpinan Gubernur Kaltim Isran Noor dan Wakil Gubernur Hadi Mulyadi, banyak proyek pembangunan yang dimulai pada masa Awang Faroek Ishak tidak dilanjutkan.

“Contohnya Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK). Itu sama sekali tidak ada dalam rencana alokasi anggaran di Pemprov Kaltim. Artinya ada dana rakyat yang sebelumnya tersedot ke sana hingga kini nasibnya tidak jelas. Sehingga untuk rehab Stadion Utama Palaran, kami juga ingin dengar juga apa yang bakal dilakukan setelah perbaikan. Itu yang ingin kami dengar. Dan jika dewan yakin dengan manfaatnya, pasti akan mengalokasikan berapa pun untuk pelaksanaan rehab tersebut,” bebernya.

Pun, kata Syafruddin, setelah perbaikan Stadion Utama Palaran, pemerintah harus mampu mengelolanya secara benar. Jangan sampai, sudah dikucurkan anggaran yang mencapai ratusan miliar, namun ujung-ujungnya menyerahkan pengelolaannya kepada pihak ketiga.

 “Enak benar pihak ketiga tinggal pakai. Dan catatan dari saya pemerintah harus memastikan dana yang dikeluarkan tidak mubazir. Hingga mampu menghidupkan fasilitas olahraga tersebut. Di GOR Sempaja (Kadrie Oening) itu pun kami di dewan tidak lagi dengar soal nasib UMKM. Jadi harus jelas pemanfaatannya,” harap dia.

KERJA SAMA CABOR

Pemprov diharapkan segera mengambil tegas terkait pengelolaan fasilitas venue bekas PON 2008, Stadion Utama Palaran sebelum benar-benar rusak. Di sisi lain, dunia olahraga Kaltim juga lagi berusaha keras di tengah minim anggaran.

Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kaltim Rusdiansyah Aras menyebut, pengelolaan Stadion Utama Palaran bisa dikerjasamakan dengan pihak ketiga agar bisa mengubah kondisi stadion. Misalnya dengan diserahkan ke pengurus provinsi cabang olahraga (pengprov cabor). KONI yang bertugas mengoordinasikan dan didukung pemerintah daerah.

Misalnya, bila lapangan stadion utama diserahkan ke cabor sepak bola, dalam hal ini PSSI. Nah, mereka bisa membuat event. Memang ada sebagian cabang olahraga yang masuk industri olahraga. Seperti sepak bola, bola voli, bulu tangkis, dan basket. Ketika menggelar event, mereka bisa mendapatkan uang lewat penjualan tiket. Sebab, peminat olahraga itu cukup banyak.

 

"Hasil dana itu kan bisa mereka pakai untuk mengelola stadion. Untuk memotong rumput, memperbaiki pagar, juga membayar rekening air, dan listrik. Saya kira bisa lah itu,” jelas pria yang akrab disapa Rusdi itu.

Pihaknya juga menyadari, bahwa jika semuanya diserahkan kepada pemerintah daerah, maka akan menjadi beban anggaran. Nah, itu perlu dikerjakan dengan pihak-pihak tertentu. Misalnya KONI dengan cabor dan stakeholder lain. “Apalagi cabor itu biasanya memiliki semacam bapak asuh atau bapak angkat, yang memberikan suntikan bantuan untuk cabor tersebut,” bebernya.

Di sisi lain, saat ini para atlet Kaltim juga bersiap menghadapi PON 2024. Mereka biasanya berlatih menggunakan Stadion Madya Sempaja yang dibayar KONI ke pemerintah. Sebab, stadion utama juga dianggap terlalu besar untuk berlatih.

Menjelang PON ini, KONI Kaltim tidak berandai-andai terlalu tinggi. Tetap ingin jadi terbaik di luar Jawa, tapi tak berani memasang target. Sebab, hingga kini, pihaknya belum mendapat kucuran dana hibah dari Pemprov Kaltim pada APBD 2022.

Dia memastikan, KONI Kaltim tidak mendapatkan APBD Kaltim 2023. Pihaknya hanya menggunakan dana sisa dalam kas untuk mengikuti Pra-PON 2023. Tetapi, harapan untuk mendapatkan anggaran di APBD Perubahan 2023 masih ada. Dana yang dikelola KONI saat ini Rp 6,4 miliar. Sekitar Rp 5,4 miliar untuk pra-PON dan Rp 1 miliar untuk Pekan Olahraga Provinsi. (rom/k8)