’’Sudah cukup.’’ Pernyataan itu diberikan oleh Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris. Dia merujuk pada kasus penembakan massal yang terjadi terus-menerus di Negeri Paman Sam.
Hal itu disampaikannya ketika menghadiri pemakaman Ruth Whitfield pada Sabtu (28/5). Perempuan 86 tahun itu terbunuh dalam penembakan di Tops Friendly Markets, Buffalo, New York, pada 14 Mei lalu. Harris menyerukan agar rancangan undang-undang (RUU) yang mengatur kepemilikan senjata segera disahkan.
’’Semua orang harus berjuang dan setuju bahwa hal ini seharusnya tidak terjadi di negara kita dan kita harus memiliki keberanian untuk melakukan sesuatu guna mengatasinya,’’ ujarnya seperti dikutip BBC.
Keinginan Harris dan Partai Demokrat untuk membatasi kepemilikan senjata terganjal oleh Partai Republik. Bahkan, hanya berselang dua hari pasca penembakan di Robb Elementary School, Uvalde, Texas, para politikus Republik justru menghadiri konvensi Asosiasi Senjata Serbu Nasional (NRA) di Houston yang berlangsung Kamis (26/5).
Di sisi lain, beberapa negara bagian memilih membuat aturan sendiri. Gubernur New York Kathy Hochul menegaskan akan melarang penduduk di bawah usia 21 tahun untuk membeli senjata serbu jenis AR-15 dan sejenisnya. Setali tiga uang, Gubernur California Gavin Newsom dan para pemimpin legislatif di wilayah tersebut juga bakal memperketat kepemilikan senjata.
’’Setelah banyak kelambanan yang terjadi di kongres, negara bagian ingin meningkatkan dan menjaga orang tetap aman,’’ ujar Nico Bocour, direktur urusan pemerintah untuk kelompok anti kekerasan senjata api Giffords, seperti dikutip The New York Times.
Namun, Gubernur Texas Greg Abbott menyatakan bahwa kasus penembakan terjadi bukan karena masalah kepemilikan senjata, melainkan masalah kesehatan mental. Dia juga menuding Demokrat memolitisasikan situasi yang ada.
’’Siapa pun yang menembak orang lain memiliki masalah kesehatan mental, titik,’’ ujarnya. (jpc)