PENYISIHAN commitment fee dari proyek yang ditangani rekanan untuk pejabat di Pemkab PPU berbeda-beda besarannya. Bergantung sumber anggaran. Jika murni berasal dari pendapatan PPU, maka fee yang dipatok sebesar 5 persen dari nilai kontrak selepas dipotong pajak. Fee lebih besar menjadi 10 persen jika sumber keuangan kegiatan berasal dari dana insentif daerah.

“Itu sistem lama, Pak Jaksa. Saya hanya meneruskan ketika menjabat di Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) PPU,” tutur Jusman dari layar virtual. Informasi itu divalidasinya ketika pamannya, Syamsudin alias Aco yang notabene pengurus Demokrat PPU dan diketahuinya dekat dengan AGM, mengamini informasi tersebut. Ada empat proyek yang ditangani Ahmad Zuhdi di Disdikpora PPU. Semua berkelindan soal pengadaan seragam sekolah.

 Dari tingkat PAUD hingga SMA/SMK/MAN. Di kegiatan itu, Zuhdi menggunakan bendera CV Mega Jaya. Hingga dirinya tertangkap KPK bersama AGM dan Muliadi, kata dia, proyek itu baru berjalan 60 persen. “Belum sempat didistribusikan dan pembayaran pun baru uang muka sekitar 30 persen dari masing-masing kontrak,” katanya. JPU pun menyentil soal keberangkatan lima pegawai Disdikpora PPU ke Surabaya untuk mengecek langsung pengadaan seragam sekolah yang dikerjakan Zuhdi.

Dalam bukti yang ditemukan penyidik KPK, terungkap keberangkatan itu difasilitasi penuh oleh Zuhdi. Lima ASN Disdikpora PPU bahkan sekadar bawa badan saja tanpa merogoh kocek sepeser pun. Saksi mengaku hal itu memang terjadi karena merupakan tugas dinas mengecek langsung pekerjaan tersebut. Dia pun tak menampik jika dia menerima uang Rp 20 juta dari Zuhdi. “Uang itu saya pinjam karena mertua saya kena (positif) Covid-19 tahun lalu,” ucapnya. Namun, keterangannya ini dibantah Zuhdi. Menurut terdakwa, total uang yang diberikannya sebesar Rp 33 juta.

“Rp 20 juta itu memang dipinjamnya, tapi ada Rp 13 juta untuk dia sendiri majelis,” kata Zuhdi menanggapi keterangannya tersebut. Selain uang itu, Jusman sempat menyalurkan fee dari rekanan untuk diantar ke AGM. “Ada Rp 150 juta dari Damis dan Ahmad. Ada juga Rp 120 juta dari Zuhdi. Sisanya beragam Pak, besarannya lupa. Karena tak semua diantar ke bupati. Ada juga yang dipakai buat operasional dinas,” ungkapnya. Giliran Damis dan Ahmad yang diperiksa, membenarkan jika menyerahkan uang tersebut ke Jusman. Namun, uang itu diantar ketika diminta Jusman. “Akhir 2021, Jusman telepon saya tanya proyek gedung sekolah yang saya kerjakan sudah cair belum. Kalau sudah jangan lupa,” katanya.

Uang pun diberikannya ketika bertemu Jusman di salah satu warung kopi. “Di pertemuan itu, Jusman menyebut uang itu untuk yang di atas. Sembari nunjuk. Jadi saya asumsi itu untuk bos-bos,” lanjutnya. Disinggung JPU mengapa keduanya mau memberikan uang tersebut, Damis mengaku tak mau kalau pekerjaan lain yang ditanganinya mandek pembayaran karena tak menyetor hal tersebut. “Sampai saat ini saja masih ada yang belum dibayar, Pak,” katanya. Selepas para saksi memberikan keterangan, majelis menjadwalkan ulang persidangan agar JPU KPK menghadirkan kembali saksi-saksi dalam perkara ini pada 26 April mendatang. (riz/k16)

 

Roobay

[email protected]