SAMARINDA–Pungutan senilai Rp 1,5 juta untuk pengurusan pendaftaran tanah secara lengkap (PTSL) di Kelurahan Sungai Kapih, Kecamatan Sambutan, hanya berlaku untuk satu bidang lahan kaveling. Pungutan itu bisa bertambah bergantung lokasi lahan dekat jalan raya atau tidak.

“Ada tiga kategori, paling murah Rp 1,5 juta. Lahan saya agak di dalam, makanya segitu. Ada kenalan yang tanahnya dekat jalan raya sekitar Rp 2,5 juta,” ungkap Ria, warga RT 13 di Sungai Kapih, yang bersaksi di Pengadilan Tipikor Samarinda, (29/3). Dia sempat mengurus sertifikat dua lahan miliknya lewat tim PTSL yang dipimpin Ruslie AS (terdakwa pungli PTSL Kelurahan Sungai Kapih) medio Agustus 2021. Kala itu, dia menyambangi kelurahan untuk mengambil formulir pendaftaran, dan dipatok Rp 100 ribu untuk pengambilan formulir tersebut.

Pungutan formulir hingga pembayaran administrasi PTSL untuk dua kaveling lahan miliknya dibayar langsung ke tim PTSL, dan diminta menunggu sekitar tiga bulan untuk diproses. Alasannya membayar tanpa sedikit pun menyoal pungutan itu sederhana ribetnya administrasi. “Saya sama suami milih bayar saja. Ketimbang ngurus sendiri pasti repot ke sana-sini,” akunya.

Selain dia, ada enam saksi lain yang dihadirkan JPU Indriasari ke depan majelis hakim yang dipimpin Jemmy Tanjung Utama tersebut. Empat warga lain yang seperti Ria mengurus sertifikat lahannya, yakni Sumiati, Tobias, Benedictus, dan Sebastianus. Lalu, ada dua ketua RT, Dantoro dan Hendra Saputra. Mereka semua dihadirkan untuk dua terdakwa pungutan liar PTSL Kelurahan Sungai Kapih, Edi Apriliansyah (mantan lurah) dan Ruslie AS (koordinator PTSL Sungai Kapih). Keempat warga lain memberikan keterangan serupa baik pungutan pengambilan formulir hingga biaya administrasi minimal Rp 1,5 juta. Kendati sudah membayar sejumlah uang, tak semua sertifikat lahan yang diinginkan sudah beres.

“Tapi setiap membayar uang administrasi Rp 1,5 juta itu selalu diberi kuitansi sama koordinator PTSL (Ruslie),” tutur keempatnya.

Sementara itu, kedua RT yang bersaksi mengaku tak mengetahui detail sosialisasi Badan Pertanahan Nasional soal PTSL. Keduanya tak hadir dalam sosialisasi itu hanya mendapat informasi dari forum RT di Sungai Kapih jika pengurusan sertifikat tanah hanya perlu administrasi Rp 250 ribu.

Dartono misalnya, mengaku pernah membantu warganya mengurus di kelurahan. Namun, tim PTSL menolak dan harus pemilik lahan yang mengurus langsung. “Jadi saya serahkan ke warga saja langsung ke kelurahan,” akunya. Proses berjalan, dia mendengar keluhan jika nominalnya tak sesuai yang disosialisasikan. “Saya tak tahu karena saya pikir kelurahan yang urus. Dari 20 warga yang mengurus baru enam yang jadi sertifikatnya,” singkat dia.

Mendengar keterangan para saksi, terdakwa Ruslie AS menyanggah keterangan saksi. Menurut dia, nominal harga administrasi yang ditetapkannya tak membengkak seperti yang disampaikan saksi Ria. “Ada juga keringanan pembayaran untuk warga yang tak punya uang,” akunya. Selepas semua saksi sudah diperiksa, sidang akan kembali bergulir pada 5 April mendatang dengan agenda masih pemeriksaan saksi. (dra/k8)

 

ROBAYU

[email protected]