WASHINGTON DC – Amerika Serikat (AS) dan Rusia dijadwalkan bertemu di Jenewa pada 10 Januari mendatang. Dua negara tersebut bakal membahas keamanan Eropa, NATO, dan konflik di Ukraina. Banyak pengamat menilai Rusia belakangan ini bersiap untuk kembali menginvasi Ukraina. Negeri Beruang Merah tersebut sudah mencaplok wilayah Krimea, Ukraina, pada 2014.
”Kepentingan Ukraina tidak akan diabaikan dalam memutuskan kesepakatan apa pun dengan Rusia,” bunyi pernyataan juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS (28/12) seperti dikutip Agence France-Presse. Rusia juga dijadwalkan berdialog dengan NATO pada 12 Januari. Lalu pada 13 Januari pertemuan dilakukan antara Rusia, AS, dan beberapa negara Eropa.
Dewan Keamanan Nasional AS juga menambahkan bahwa Presiden Joe Biden telah melakukan pendekatan terkait Ukraina. Yaitu menyatukan aliansi melalui pencegahan dan diplomasi. Artinya, jika Rusia sampai bergerak untuk menginvasi Ukraina, AS dan sekutu-sekutunya akan bersatu menindak negara yang dipimpin Vladimir Putin tersebut. Belum diungkap perwakilan yang akan dikirim oleh dua negara itu.
Terpisah, Kementerian Luar Negeri Rusia membenarkan adanya rencana pertemuan tersebut. Tujuannya ialah mendiskusikan tuntutan keamanan atas Rusia. Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov menegaskan bahwa selama ini respons AS tidak jelas terkait tuntutan Moskow. Karena itu, dia berharap dalam pertemuan nanti ada pejabat militer yang ikut serta.
Beberapa tuntutan yang diajukan Rusia antara lain NATO tidak akan melakukan aktivitas militer di wilayah timur Eropa dan Ukraina. Selain itu, NATO tidak boleh menambah anggota lagi dan melarang AS membuat pangkalan baru di negara-negara bekas Uni Soviet. Ukraina memang sudah memaparkan rencananya untuk bergabung dengan NATO.
Pembicaraan mungkin bakal berlangsung alot. Sebab, tuntutan Rusia itu bakal sulit terpenuhi. Jika disetujui, AS dan sekutunya sulit melindungi Ukraina apabila Rusia sampai menyerang. AS menegaskan bahwa dalam dialog nanti Rusia bisa memaparkan kekhawatirannya, pun demikian AS. Mereka juga akan membahas aktivitas militer Moskow selama ini.
Satu hal yang pasti, AS berpihak ke Ukraina. Senin (27/12) Biden menandatangani RUU Rancangan Anggaran Belanja Negara. Salah satu poin di dalamnya adalah menyediakan anggaran USD 300 juta atau setara Rp 4,26 triliun sebagai inisiatif untuk mendukung pasukan bersenjata Ukraina. Selain itu, terdapat anggaran yang lebih besar untuk pertahanan Eropa.
Sementara itu, Partai Buruh Korea Utara (Korut) pada Senin lalu menggelar rapat pleno. Mereka membahas kebijakan selama setahun ke depan, pandemi, serta respons atas tawaran AS untuk membahas pelucutan nuklir di negara yang dipimpin Kim Jong-un tersebut. Rapat itu juga menandai sepuluh tahun Jong-un berkuasa.
Selama ini putra mendiang Kim Jong-il tersebut menunjukkan keengganan untuk kembali duduk di meja dialog. Sudah dua tahun pembicaraan pelucutan nuklir itu mandek. Salah satu penyebabnya adalah tuntutan Korut yang tidak dipenuhi AS, yaitu untuk mencabut sebagian sanksi yang diterapkan Washington. Padahal, Pyongyang sudah menghancurkan beberapa fasilitas nuklirnya. ”Rapat ini juga untuk meninjau implementasi kebijakan negara dan partai sepanjang 2021,” bunyi pernyataan Partai Buruh seperti dikutip Korean Central News Agency (KCNA).
Sanksi AS membuat perekonomian Korut terpuruk. Selama ini mereka bergantung kepada Rusia dan Tiongkok sebagai sekutu. Dua negara tersebut kerap berpihak ke Pyongyang jika ada sanksi baru dijatuhkan. (sha/c9/bay)